Kebanyakan orang yang saya ajak untuk menempuh jalan spiritual mengungkapkan berbagai alasan senada sebagai isyarat penolakan.”Saya belum siap. Saya masih muda, saya masih kotor masih banyak dosa. Saya terlalu repot dengan urusan pekerjaan, urusan kantor,” begitu rata-rata alasan mereka. Rasa takut untuk tidak bisa mengamalkan wirid juga menjadi alasan.
Kepada yang masih muda saya sering
mengatakan, sepertinya dia tau kalau jatah umurnya sampai tua sehingga merasa
perlu menunggu sampai tua untuk
bertaubat kepada Alloh SWT. Padahal kita semua tau bahwa umur sudah
ditetapkan dan kita semua tidak tau kapan kontrak hidup kita di dunia akan
berakhir. Umur sewaktu-waktu bisa datang menjemput tanpa kompromi dan tanpa ada
alasan apapun yang bisa menghalanginya.
Masihkah anda menunggu tua untuk
bisa bertaubat, apakah anda yakin kalau umur anda sampai 60, 70 atau lebih dari
itu ? Apakah perbuatan dosa di usia muda tidak akan dimintai tanggung jawab
oleh Sang Pencipta kelak ?
“Bersegeralah kamu menuju
pengampunan Tuhanmu”
Anda sudah harus
mempertagungjawabkan semua perbuatan di hadapan-Nya sejak akil baligh, rata-rata mulai umur 15 tahun untuk laki-laki dan 9 tahun untuk perempuan.
Kepada yang mengatakan khawatir
tidak sanggup mengamalkan wirid, saya katakan kepadanya, mengapa tidak khawatir
mengapa tidak takut ketika hendak mempersunting wanita, ketika hendak berumah
tangga. Padahal kalau dihitung tanggung jawab terhadap istri , anak-anak dan
keluarga jauh lebih berat baik lahir maupun batin, dunia dan akhiratnya
ketimbang menjaga amalan wirid ini.
Mengapa tidak ada kekhawatiran saat hendak menikah ? Karena saat
itu yang ia bayangkan adalah kehidupan manis dibalik pernikahan. Mau menikmati
sorga dunia yang selama ini diimpikan. Mau hidup serumah bersama orang yang
dicintai dan apapun akan dilakukan demi keinginan yang dicintainya itu. Bekerja
keras untuk memenuhi kebutuhan hidupnya kalau perlu lembur siang malam demi
mewujudkan tanggung jawabnya.
Adakah pengantin baru yang sempat
berpikir kesulitan dibalik pernikahan, adakah yang ragu-ragu yang maju mundur
karena takut tidak bisa menjaga istrinya?
Semua pengantin baru akan berpikir
kebahagiaan, kenikmatan dan kemudahan dibalik akad nikahnya. Sehingga segala
kesulitan dan tanggung jawab akan terlupakan, dan akan bisa dilakukan dengan
ringan karena rasa cintanya yang besar.
Mengapa sedikit orang yang bisa
berpikir semacam ini ketika hendak mengikatkan diri menjadi murid spiritual,
yang tugas dan tanggung jawabnya tidak serumit dan sebesar ikatan pernikahan?
Mengapa ketika hendak memasuki dunia spiritual yang tergambar di wajahnya
semuanya hal yang menyulitkan, yang mengkhawatirkan yang manakutkan. Mengapa
bukan “Ajran ‘adziima” (ganjaran yang agung) , sorga , dan kenikmatan yang dia rasakan seperti ketika hendak
menikah?
“Sesungguhnya nafsu selalu mengajak
kepada keburukan”
Terhadap mereka yang sibuk, banyak urusan kantor, sering di
perjalanan dan merasa tidak ada waktu
untuk berdzikir bersama.Astaghfirullohal
‘adzim. Apa mereka pikir kesibukan dunianya itu lebih utama ketimbang aktifitas
akhirati. Apa mereka pikir yang namanya hal penting hanya urusan kantornya,
yang lainnya dianggap tidak penting, lalu agama mereka anggap tidak penting ?
“Ingatlah , waktu yang kita habiskan
akan dimintai pertangungjawaban. Apakah habis untuk dunia ? Inikah yang
dibangga-banggakan ? Astaghfirulloh.
Betapa banyak orang katakutan luar
bisa mengikuti kegiatan spiritual akan menganggu urusan kerjanya. Mereka takut
kalau-kalau nanti urusan kerjanya terganggu oleh urusan agama.
Mengapa anda seperti orang yang
sedang mabok ? Apakah memang betul anda sedang dimabok cinta ? Cinta terhadap
sesuatu yang fana sehingga lupa terhadap
keabadian. Yang utama dianggap remeh dan yang remeh dianggap mulia, sehingga
anda perjuangkan dengan penuh pengorbanan? Bukankah akhirat lebih layak anda
perjuangkan mati-matian?
Tidakkah berpikir sebaliknya. “Ah, nggak ah saya tidak
mau akhiratku terganggu hanya karena
urusan bisnis. Nggak ah, saya tidak mau mengorbankan agama hanya karena
perintah bos yang ngawur. Nggak ah, akhiratku lebih utama ketimbang urusan
sepele seperti ini”.
Ini bukanlah soal dikotomi dunia
akhirat. Akhirat adalah tempat panen dan dunia adalah sawah ladangnya. Dunia
mestinya menjadi ladang subur akhirat pada setiap aktifitasnya.
Anda boleh saja membantah dan
membela diri dengan “urusan kerja kan bisa jadi urusan akhirat”, . Jawabannya
ya. Itulah seharusnya. Tapi apakah anda meniatkan pekerjaan anda untuk akhirat
? Karena itulah sarat awalnya. Benarkah untuk bekal ibadah ? Kalau iya mengapa
anda meninggalkan ibadah saat anda bekerja ? . Berhati-hati di sini akan ada
pihak ke tiga yang mencuri hati dan pikiran anda.
Tempatkanlah Dunia setelah Akhirat:
“Yang demikian itu disebabkan karena
sesungguhnya mereka mencintai kehidupan di dunia lebih dari akhirat, dan
bahwasannya Alloh tiada memberi petunjuk kepada kaum yang kafir”, (An-Nahl:107)
“Mereka itulah orang-orang yang hati,
pendengaran dan penglihatannya telah dikunci mati oleh Alloh, dan mereka itulah
orang-orang yang lalai (An-Nahl: 108).
“Ya Alloh , tempatkanlah kami dalam
golongan orang-orang yang shalih yang taat kepada-Mu”. Selamatkanlah dunia dan
akhirat kami. Amin. Wallohu A’lam. ###
Tidak ada komentar:
Posting Komentar